RESENSI NOVEL “SANG PEMIMPI”
Identitas Buku
Judul : Sang
Pemimpi
Penulis : Andrea
Hirata
Penerbit : PT
Bentang Pustaka
Halaman : x + 292
Halaman
Cetakan : ke-14,
januari 2008
ISBN :
979-3062-92-4
sinopsis
Novel
Sang Pemimpi menceritakan tentang sebuah kehidupan tiga orang
anak Melayu Belitong yaitu Ikal, Arai, dan Jimbron yang penuh dengan
tantangan, pengorbanan dan lika-liku kehidupan yang memesona sehingga
kita akan percaya akan adanya tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi
dan kekuasaan Allah. Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang demi menuntut ilmu
di SMA Negeri Bukan Main yang jauh dari kampungnya. Mereka tinggal di
salah satu los di pasar kumuh Magai Pulau Belitong bekerja sebagai kuli
ngambat untuk tetap hidup sambil belajar.
Ada
Pak Balia yang baik dan bijaksana, beliau seorang Kepala Sekolah
sekaligus mengajar kesusastraan di SMA Negeri Bukan Main, dalam novel
ini juga ada Pak Mustar yang sangat antagonis dan ditakuti siswa, beliau
berubah menjadi galak karena anak lelaki kesayangannya tidak diterima di
SMA yang dirintisnya ini. Sebab NEM anaknya ini kurang 0,25 dari batas
minimal. Bayangkan 0,25 syaratnya 42, NEM anaknya hanya 41,75.
Ikal,
Arai, dan Jimbron pernah dihukum oleh Pak Mustar karena telah
menonton film di bioskop dan peraturan ini larangan bagi siswa SMA Negeri
Bukan Main. Pada apel Senin pagi mereka barisnya dipisahkan, dan
mendapat hukuman berakting di lapangan sekolah serta membersihkan
WC.
Ikal
dan Arai bertalian darah. Nenek Arai adalah adik kandung kakek Ikal
dari pihak ibu,ketika kelas 1 SD ibu Arai wafat dan ayahmya juga wafat
ketika Arai kelas 3 sehingga di kampung Melayu disebut Simpai Keramat.
Sedangkan Jimbron bicaranya gagap karena dulu bersama ayahnya.
“3 Seorang pemimpi. Setelah tamat SMP,
melanjutkan ke SMA Bukan Maen. Disinilah perjuangan dan mimpi ketiga pemberani
ini dimulai. Ikal, salah satu dari anggota Laskar Pelangi, Arai, saudara sepupu
Arai yang sudah yatim piatus ejak SD dan tinggal di ruamh Ikal, sudah dianggap
seperti anak sendiri oleh Ayah danIbu Ikal. Dan Jimbron, anak
angkat seorang pendeta karena yatim piatu juga sejak kecil. Namun pendeta yang
sangat baik dan tidak memaksakan keyakinan Jimbron, malah mengantarkan Jimbron
menjadi muslim yang taat.
Arai dan Ikal begitu pintar dalam sekolahnya, sednagkan Jimbron, si
penggemar kuda ini biasa-biasa aja. Malah menduduki rangking 78 dari 160 siswa.
Sedangkan Ikal dan Arrai selalu menjadi 5 3 besar. Mimpi mereka sangat tinggi,
karena bagi Arrai, orang susah seperti mereka tidak akan berguna tanpa
mimpi-mimpi. Mereka berdua mempunyai mimpi yang tinggi yaitu melanjutkan study
ke SArbonne Perancis. Mereka terpukau dengan cerita Pak Beia, guru seninya,
yang selalu meyebut-nyebut indahnya kota itu. Kerja keras, menjadi kuli ngambat
mulai pukul 2 pagi sampai jam 7 dan dilanjutkan dengan sekolah, itulah
perjuangan ketiga pemuda itu. Mati-matian menabundemi mewujudkan impiannya. Ya,
meskipun kalau dilogika, tabungan mereka tidak akan cukup untuk samapi kesana. Tapi jiwa optimisme Arai tak terbantahkan.
Setelah selesai SMA, Ari dan Ikal merantai
ke Jawa, Bogor tepatnya. Sedangkan Jombron lebih emmilih untuk menjadi pekerja
di ternak kuda di Belitong. Jimbron menghadiahkan kedua celengan kudanya yang
berisi tabungannya selama ini kepada Ikal dan Arai. Dia yakin kalau Arai dan
Ikal spai di Perancis, maka jiwa Jimbronpun akan selalu ebrsama mereka.
Berbula-bulan terkatung0katung di Bogor, mencari pekerjaan untuk bertahan hidup
susahnya minta ampun. Akhirnya setelah banyak pekerjaan tidak bersahabat
ditempuh, Ikal ketrima menjadi tukang sortir (tukang Pos), dan Arai memutuskan
untuk merantau ke kAlimantanTahun berikutnya, Ikal memutuskan untuk kuliah di
Ekonomi UI. DAn setelah lulus, ada lowongan untuk mendapatkan biasiswa S2 ke
Eropa. Beribu-ribu pesaing berhasil ia singkirkan dan akhrinya sampailah pada
pertandingan untuk memperebutkan 15 besar.
Saat wawancara tiba, tidak disangka,
profesor pengujia begitu terpukau dengan proposal riset yang diajukan Ikal,
meskipun ahanya berlatar belakang sarjana Ekonomi yang amsih bekerja sebagai
Tukang Sortir, tulsiannya begitu hebat. Akhirnya setelah wawancara selai, siap
yang menyangka. KEjutan yang luar biasa. Warai pun ikut dalam wawancara itu.
Bertahun-tahun tanpa kabar berita, akhirnya mereka berdua dipertemukan dalams
uatu forum yang begitu indah dan terhormat. Begitulah Arai, selalu penuh dengan
kejutan. Semua ini sudha direncanaknnya bertahun-thaun. TErnyata dia kuliah di
Universitas Mulawarman dan mengambil jurusan Bilogi. Tidak kalah dengan Ikal,
proposal Risetnya juga begitu luar biasa dan berbakat untuk menghasilkan teori
baru.
Akhirnya sampai juga mereka pulang kampung ke BElitong. Dan ketika ada
surat datang, merka berdebar-debar membuka isinya. PEngumuman peberima Beasiswa
ke Eropa. Arai begitu sedih karena dia sangat merindukan kedua orang tuanya.
Sangat ingin emmbuka kabar tu bersama orang yang sanagt dia rikan. Kegelisahan
dimulai. Tidak kuasa mengetahui isi dari surat itu. Akhirnya Ikal ketrima di
Perhuruan tinggi, Sarbone PErnacis. Setelah perlahan mencocokkan dengan surat
Arai, Subhannallah, inilah jawaban dari mimpi2 mereka. Kedua sang pemimpi ini
diterima di Universitas yang sama. Tapi ini bukan akhir dari segalanya.
Disinilah perjuanagan dari mimpi itu dimulai, dan siap melahirkan anak-anak
mimpi berikutnya.
Unsur
Ekstrinsik
·
Nilai Moral : Nilai moral pada novel ini sangat
kental. Sifat-sifat yang
tergambar menunjukkan rasa humanis yang terang
dalam diri
seorang remaja tanggung dalam menyikapi kerasnya
kehidupan. Di sini, tokoh utama digambarkan
sebagai sosok
remaja yang mempunyai perangai yang baik dan
rasa setia
kawan yang tinggi.
·
Nilai Sosial : Ditinjau dari nilai sosialnya, novel ini
begitu kaya akan nilai
sosial. Hal itu dibuktikan rasa setia kawan yang
begitu tinggi
antara tokoh Ikal, Arai, dan Jimbron.
Masing-masing saling
mendukung dan membantu antara satu dengan yang
lain dalam
mewujudkan impian-impian mereka sekalipun hampir
mencapai
batas kemustahilan. Dengan didasari rasa gotong
royong yang
tinggi sebagai orang Belitong, dalam keadaan
kekurangan pun
masih dapat saling membantu satu sama lain.
·
Nilai Adat istiadat : Nilai adat di sini juga begitu kental
terasa. Adat kebiasaan pada
sekolah tradisional yang masih mengharuskan
siswanya
mencium tangan kepada gurunya, ataupun mata
pencaharian
warga yang sangat keras dan kasar yaitu sebagai
kuli tambang
timah tergambar jelas di novel ini. Sehingga
menambah
khazanah budaya yang lebih Indonesia.
·
Nilai Agama : Nilai agama pada novel ini juga secara
jelas tergambar.
Terutama pada bagian-bagian dimana ketiga tokoh
ini belajar
dalam sebuah pondok pesantren. Banyak
aturan-aturan islam dan petuah-petuah Taikong (kyai) yang begitu hormat mereka
patuhi. Hal itu juga yang membuat novel ini begitu kaya.